Selasa, 24 Mei 2011

analisis terhadap novel "Orang Miskin Dilarang sekolah" karya Wiwid Prasetyo

KAJIAN TEORI

A. TEMA DAN AMANAT
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Ada beberapa macam tema, yaitu:
a. Ada tema didaktis, yaitu tema pertentangan antara kebaikan dan kejahatan
b. Ada tema yang dinyatakan secara eksplisit
c. Ada tema yang dinyatakan secara simbolik
d. Ada tema yang dinyatakan dalam dialog tokoh utamanya
Dalam menentukan tema cerita, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Minat pribadi
b. Selera pembaca
c. Keinginan penerbit atau penguasaan
Kadang-kadang terjadi perbedaan antara gagasan yang dipikirkan oleh pengarang dengan gagasan yang dipahami oleh pembaca melalui karya sastra. Gagasan sentral yang terdapat atau ditemukan dalam karya sastra disebut makna muatan, sedangkan makna atau gagasan yang dimaksud oleh pengarang (pada waktu menyusun cerita tersebut) disebut makna niatan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan makna aniatan kadang-kadang tidak sama dengan makna muatan yaitu:
a. Pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang dikehendakinya di dalam karyanya.
b. Beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu karta.
Yang diutamakan adalah bahwa penafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di dalam karya sastra yang menunjang tafsiran tersebut.
Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema samapingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
Ada tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta unsur-unsur lain dalam cerita. Tema semacam itu disebut leitmotif. Leitmotif ini mengantar pembaca pada suatu amanat. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

B. TOKOH DAN PENOKOHAN
Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
b. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.

Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali (misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).
b. Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu:
a. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
b. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan laku tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
c. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM., ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
a. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh.
d. Melalui pikiran-pikirannya
e. Melalui penerangan langsung.
Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung.

C. ALUR/PLOT
Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
a. Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis kejadian disebut alur linear
b. Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat disebut alur kausal.
c. Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.
 Struktur Alur
Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah:
a. Bagian awal
1. paparan (exposition)
2. rangkasangan (inciting moment)
3. gawatan (rising action)
b. Bagian tengah
4. tikaian (conflict)
5. rumitan (complication)
6. klimaks
c. Bagian akhir
7. leraian (falling action)
8. selesaian (denouement)

Bagian Awal Alur
Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita itu disusun abovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res.
Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back.
Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan adalah padahan (foreshadowing), yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi.

Bagian Tengah Alur
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks adalah puncak konflik antartokoh cerita.

Bagian Akhir Alur
Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.

Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah
a. faktor kebolehjadian (pausibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan, tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks.
b. Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca.
c. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita menjadi dinamis.
Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.

 Macam Alur
Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur, yaitu:
a. alur berdasarkan urutan waktu
b. alur berdasarkan urutan sebab-akibat
c. alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Dalam hubungannya dengan alur, ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami. Pertama, alur bawahan. Alur bawahan adalah alur cerita yang ada di samping alur cerita utama. Kedua, alur linear. Alur linear adalah rangkaian peristiwa dalam cerita yang susul-menyusul secara temporal. Ketiga, alur balik. Alur balik sama dengan sorot balik atau flash back. Keempat, alur datar. Alur datar adalah alur yang tidak dapat dirasakan adanya perkembangan cerita dari gawatan, klimaks sampai selesaian. Kelima, alur menanjak. Alur menanjak adalah alur yang jalinan peristiwanya semakin lama semakin menanjak atau rumit.
D. LATAR
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
 Macam Latar
Latar dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui panca indra).
Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.
b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu.
2. Latar sosial. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain.
 Fungsi Latar
Ada beberapa fungsi latar, antara lain:
1. memberikan informasi situasi sebagaimana adanya
2. memproyeksikan keadaan batin tokoh
3. menciptakan suasana tertentu menciptakan kontras

E. SUDUT PANDANG DAN GAYA BAHASA
Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga.
1. Pencerita orang pertama (aku).
Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan aku.Gaya penceritaan aku dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Pencerita aku sertaan, yaitu pencerita aku di mana pencnerita menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
b. Pencerita aku taksertaan, yaitu pencerita aku di mana pencerita tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
2. Pencerita orang ketiga (dia).
Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh pencnerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut juga gaya penceritaan dia. Gaya pencerita dia dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Pencerita dia serba tahu, yaitu pencerita dia yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita.
b. Pencerita dia terbatas, yaitu pencerita dia yang membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan laku dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja.
Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita. Pada prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita merupakan individu ciptaan pengarang yang mengemban misi membawakan cerita. Ia bukanlah pengarang itu sendiri. Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu
a. Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya.
b. Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat oleh pengarang.
c. Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita.
d. Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.
Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup
a. Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita.
b. Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya.
c. Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang tokoh sentral, pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan pengarang menggunakan sudut pandang impersonal (di luar cerita).
Menurut Cleanth Brooks, fokus pengisahan berbeda dengan sudut pandang. Fokus pengisahan merupakan istilah untuk pencerita, sedangkan sudut pandang merupakan istilah untuk pengarang. Tokoh yang menjadi fokus pengisahan merupakan tokoh utama cerita tersebut. Fokus pengisahan ada empat, yaitu
A. Tokoh utama menyampaikan kisah dirinya.
B. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tokoh utama.
C. Pengarang pengamat menyampaikan kisah dengan sorotan terutama kepada tokoh utama.
D. Pengarang serba tahu.
Gaya bahasa adalah cara khas penyusunan dan penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan. Ruang lingkup dalam tulisan meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan majas, dan penghematan kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan seorang pengarang terhadap karyanya. Bahasa dalam cerita memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa dalam cerita ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas.

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DALAM NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH

A. UNSUR INTRINSIK

1. Tema
• Tema pada bab pertama ini adalah Segala sesuatu dimulai dari mimpi.
• Tema pada bab dua ini adalah Kesenjangan sosial yang menyedihkan.
• Tema pada bab tiga ini adalah Perjalanan jauh untuk mencapai kesempurnaan.
• Tema pada bab empat ini adalah kesendirian Mat Karmin.
• Tema dari bab lima, enam dan tujuh adalah pentingnya memperoleh pendidikan. Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.
• Tema pada bab delapan ini adalah Kenangan indah bersama kiai tukang becak.
• Tema pada bab sembilan ini adalah Perjuangan mendapatkan cinta Kania.
• Tema pada bab sepuluh ini adalah Gedong sapi sepanjang jalan kenangan.
• Tema pada bab sebelas ini adalah Calon ilmuwan dan gejala sakit jiwa.
• Tema pada bab dua belas dan tiga belas ini adalah Persahabatan dan perjuangan dalam hidup.
• Tema pada bab empat belas adalah Kejamnya kehidupan seseorang.
• Tema pada bab lima belas adalah Bangkitlah dari kegagalan.
• Tema pada bab enam belas adalah Sempitnya dalam bergaul.
Adapun tema umum dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah adalah Perjuangan untuk mengecap bangku sekolah.
2. Amanat
• Amanat pada bab 1 adalah Janganlah serakah dan tidak mau mengalah terutama pada anak kecil, itu adalah perbuatan yang memalukan.
• Amanat pada bab 2 adalah Jangan pernah memperlakukan orang miskin seenaknya, sebab semua sama di mata Tuhan.
• Amanat pada bab 3 dan bab 4 adalah Dengan membaca kita akan mengetahui informasi dan tidak gampang ditipu.
• Amanat bab 5, bab 6 dan bab 7 adalah Jangan mudah menyerah untuk suatu tekad yang mulia. Semangat yang tinggi akan mengalahkan rintangan apapun.
• Amanat bab 8 adalah Kita tidak bisa menilai baik atau tidaknya kepribadian seseorang itu dari tampilan luarnya saja.
• Amanat bab 9 adalalah Pengorbanan harus dibarengi dengan kesabaran dan tetap optimis.
• Amanat bab 10 adalah Janganlah kita mempunyai sifat yang licik, karena sifat licik akan menyusahkan diri sendiri.
• Amanat bab 11 dan bab12 adalah Jangan mudah dihasut orang. Saling membantu, menghargai kepada sesama.
• Amanat bab 13 adalah Jika kita menginginkan sesuatu maka bersungguh-sungguhlah.
• Amanat bab 14 adalah Sebelum memvonis seseorang seharusnya dilihat dulu penyebabnya.
• Amanat bab 15 dan bab 16 adalah Harus semangat menggapai cita-cita walau banyak halangan dan cobaan yang di hadapi..
Amanat secara dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah yaitu:
 Jangan pernah takut untuk bermimpi besar, sebab orang yang tak punya mimpi berarti tak punya cita-cita.
 Jangan pernah takut untuk mencoba sesuatu yang baru selama itu bersifat positif.
 Jika kita menginginkan sesuatu maka bersungguh-sungguhlah untuk meraihnya dan hargailah usaha orang untuk berjuang mendapatkan keinginannya. Perasaan cinta seharusnya dibuat sebagai motivasi agar hidup lebih baik bukan menjerumuskan seseorang kejalan yang salah.
 Kita tidak bisa menilai baik atau tidaknya kepribadian seseorang itu dari tampilan luarnya saja.

3. Tokoh
1) Faisal : Seorang anak berbadan kecil yang berkemauan keras, pantang menyerah dan selalu memberi motivasi.
2) Pambudi : Anak yang bergigi kelinci, tidak suka membebani orang lain, bijaksana dan rela berkorban.
3) Pepeng : Anak yang bertubuh kecil dan tidak menghargai usaha orang lain serta suka berpikir untuk menghalalkan segala cara.
4) Yudi : Anak yang bisa bersyukur, dan bijaksana.
5) Koh A Kiong : Seorang yang setengah tua, bermata sipit, berkumis tipis, yang suka marah-marah
6) Ibu : Seorang yang memakai daster hijau yang bersimbah peluh karena baru selesai mencuci.
7) Pak Zainal : baik, berwibawa, bijaksana.
8) Bu Mutia : baik, pintar, ramah
9) Murid-murid I-2
Rena, Guruh dan Catur: anak-anak orang kaya yang angkuh, sombong.
10) Kania : gadis yang cantik, cerdas dan berhati emas.
11) Kanir : cantik, penyendiri, pintar dan suka membaca.
12) Baron : periang dan konyol.
13) Bu Darsih : bijaksana, guru yang baik dan sabar.
14) Pak Sukri : bertanggung jawab.
15) Sahrul : sombong dan suka menghina kawan-kawannya.
16) Ustad Muhsin : Soleh, ramah, pintar.
17) Kiai Khadis : bijaksana, berwibawa.
18) Pak Cokro : pintar dan semangat belajar, dukun kampung.
19) Mat Karmin : suka membuat layang-layang, kreatif, kelainan seks.
20) Ketiga ayah anak-anak alam: patuh pada atasan, pekerja keras, bijaksana dan penyayang.

4. ALUR/PLOT
Alur yang digunakan daam novel ini adalah alur campuran. Ini terlihat pada kutipan berikut:
Alur maju “”Maka, sepulang orang tua mereka dari rumah angkuh Yok Bek menuju gubuk reot yang memprihatinkan ini, tanpa sepengetahuan orangtua, mereka mengikuti dari belakang, masing-masing............”. (hal. 75)
Alur mundur “Aku waktu itu benar-benar bangga mempunyai kiai seorang tukang becak, tukang becak tidak identik dengan kebodohan, justru.........”. (hal. 103)

5. LATAR/SETTING
a. Latar tempat : Di sebuah kampung, dan di sebuah reruntuhan gedung yang tak terpakai. Dapat dilihat dari kutipan berikut:
“Di kampung kami, jika musim layang-layang tiba, langit tiba-tiba penuh dengan hiasan warna-warni.” Dan pada kutipan berikut :
“Aku berada di belakang bisa menyusul di antara mereka, terengah-engah, dan saling melepaskan lelah di sebuah reruntuhan gedung yang tak terpakai.”
• Area Gedong Sapi
• Rumah mewah Yok Bek
• Rumah Pambudi, Yudi dan Pepeng.

b. Latar waktu : Saat musim layang-layang, siang hari. Terlihat dari cuplikan berikut:
“Musim layang-layang telah tiba.” Dan pada kutipan berikut :
“Kami berlari ketakutan, merobek jalanan yang pengap, menembus matahari siang yang membakar peluh-peluh kami menguapmenjadi aroma tak sedap karena keringat di antara gang-gang sempit.”

c. Latar Sosial : Setiap musim layang-layang di kampung tersebut langit penuh dengan layang-layang yang indah, jika layang-layang tersangkut di kabel listrik maka orang-orang dewasa akan marah karena itu akan membuat aliran listrik terputus. Kemudian warga-warga yang berada di kampung tersebut sering secara diam-diam mencuri badan jalan untuk dijadikan halaman karena tanah dihabiskan untuk bangunan.

6. SUDUT PANDANG
Novel ini menggunakan sudut pandang oran pertama. Karena tokoh aku bertindak sebagai tokoh yang maha tahu.
7. GAYA BAHASA
Novel ini menggunakan gaya bahasa Indonesia, dan menampilkan beberapa peribahasa dalam ceritanya.


B. UNSUR EKSTRINSIK
1. Latar Belakang Pengarang
Wiwid Prasetyo atau sering juga menulis dengan nama Prasmoedya Tohari, lahir pada 9 November 1981 di Semarang. Alumnus Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, tahun 2005 ini sehari-harinya aktif di Majalah FURQON, PESANTrend, Si Dul (majalah anak-anak), serta tabloid Info Plus Semarang, baik selaku redaktur maupun reporter. Selain itu, ia juga peduli terhadap dunia pendidikan, terbukti masih menjadi pengajar di Bimbingan Belajar Smart Kids Semarang.
Di sela-sela kesibukannya, ia masih menyempatkan diri untuk menulis beberapa karya dalam bentuk buku. Beberapa karyanya yang sudah terbit adalah Orang Miskin Dilarang Sekolah (DIVA Press, 200), Sup Tujuh Samudra (Bersama Badiatul Rozikin, DIVA Press, 2009), Chicken Soup Asma’ul Husna (Garailmu, 2009), dan Miskin Kok Mau Sekolah…?! (DIVA Press, 2009), Idolaku Ya Rasulullah Saw…! (DIVA Press, 2009), Demi Cintaku pada-Mu (DIVA Press, 2009), Aha, Aku Berhasil Kalahkan Harry Potter (DIVA Press, 2010), The Chronicle of Kartini (DIVA Press, 2010), dan Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu (DIVA Press, 2010).

2. Psikologi Pengarang dan Psikologi Pembaca
Pengarang menganggap dunia pendidikan dan dunia kepenulisan adalah dua dunia yang saling melengkapi. Ia punya mimpi seandainya seorang pendidik memiliki keahlian menulis maka generasi muda kita tidk akan terseret dalam jurang degradasi moral yang amat dalam. Sehingga Ia berusaha untuk menyatukan kedua dunia tersebut.
Novel ini ditujukan kepada semua kalangan agar kita lebih peka terhadap nasib orang miskin, terutama dalam hal memperoleh pendidikan.
“Novel ini menggetarkan hati gugatan atas sistematisasi kemiskinan di negeri ini, dari sudut pandang sang bocah yang tak pernah mengerti mengapa ia tidak boleh sekolah”. Taufiqurrahman al-Azizy.

3. Keadaan lingkungan
”Orang miskin dilarang sekolah,” bunyi pernyataan ini mewakili secara sungguh-sungguh kenyataan pendidikan kita. Pendidikan kita masih diragukan kemampuannya untuk membuat orang pintar dan dengan demikian mampu melepaskan belenggu masyarakat dari kemiskinan. Di sisi lain, kaum miskin memang menjadi kaum ”terlarang” untuk memasuki kawasan pendidikan tinggi.
Siapa tak heran, sudah jelas disaksikan bagaimana angka kemiskinan dan rendahnya pendapatan yang diderita oleh sebagian besar masyarakat, nyatanya itu tak membuat pemerintah bergeming untuk menaikkan harga segala biaya masuk dan biaya perlengkapan pendidikan.
Lalu pendidikan itu akan diperuntukkan siapa? Apakah hanya kelas atas saja —yang jumlahnya sangat kecil, dan kelas bawah tetap dengan ketertindasannya? Tampak terang, kebijakan-kebijakan pendidikan yang direkayasa oleh pemodal dan penguasa ini menjadi cermin betapa buruknya negara ini mengelola pendidikan, betapa tidak warasnya para penguasa ini memperlakukan masyarakat miskin.
Pertama, soal keterbatasan anggaran pendidikan yang disediakan negara kepada masyarakat. Kedua, soal deetatisme yang digembar-gemborkan sebagai jalan menuju otonomi kampus sepenuhnya. Ketiga, soal kapitalisme global yang semakin lama semakin pasti mensyaratkan privatisasi berbagai lembaga milik negara untuk dipersaingkan di tengah pasar bebas.

4. Pandangan Hidup Suatu Negara
Penjelasan gamblang untuk alasan pertama adalah ketidakmampuan negara untuk memberikan subsidi sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk menikmati dan mengenyam pendidikan. Dengan kata lain, ini merupakan kegagalan fungsi negara untuk memberikan pendidikan semurah-murahnya kepada masyarakat.
Atas alasan krisis ekonomi berkepanjangan dengan berbagai aspeknya, negara berpikir tidak lagi perlu memberikan subsidi pendidikan, terutama untuk pendidikan tinggi. Krisis ini diperparah dengan tidak kunjung membaiknya perekonomian Indonesia di tengah-tengah negara-negara lain yang sudah bangkit. Karena itu, seakan-akan absah jika negara menghendaki pemotongan anggaran pendidikan bagi masyarakat.
Ibarat sudah jatuh, masyarakat miskin yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, akhirnya tertimpa tangga pula. Orientasi mereka sudah digeser untuk sekedar mencari uang dan uang, kualifikasi akademis sudah dipinggirkan jauh-jauh.

5. Akar Budaya
Pemerintah telah melakukan terobosan dalam dunia pendidikan dengan mencanangkan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun kebijakan ini disalahgunakan karena masih adanya budaya korupsi di negara ini. Sehingga anggaran yang ditujukan untuk pendidikan pun tidak tersalurkan sesuai dengan perencanaan. Oleh karena itu nasib orang miskin akan terus terabaikan terutama dalam dunia pendidikan. Dan orang miskin memang benar-benar terlarang bersekolah.
Intinya masyarakat Indonesia belum membudayakan sifat jujur dalam diri masing-masing. Masih mementingkan kepentingan diri sendiri dan acuh pada kepentingan atau kebutuhan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar